ظن وأخواتها (Alfiyah Ibnu Malik)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bahasa Arab merupakan bahasa yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, perlu berbagai disiplin ilmu untuk mampu mencapainya. Setiap komponen dan struktur bahasa di dalamnya memiliki detail-detail pengetahuan yang tidak dapat diketahui tanpa memahami disiplin ilmu yang bersangkutan.
Salah satu disiplin ilmu yang berperan penting dalam mempelajari bahasa Arab adalah ilmu Nahwu atau Sintaksis, yang mempelajari struktur kalimat sebuah bahasa. Khususnya, bahasa Arab.
Di dalam ilmu Nahwu, terdapat banyak bagian yang memberi pengaruh terhadap bagian-bagian yang lain, oleh karena itu, kami akan membahas mengenai sekelumit bagian pembahasan yang ada dalam ilmu Nahwu, yaitu ظن وأخواتها.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa ‘amal ظن وأخواتها?
2.      Apa  bagian-bagian ظن وأخواتها?
3.      Bagaimana hukum-hukum ظن وأخواتها?
C.     Tujuan
1.         Mengetahui amal ظن وأخواتها
2.         Mengetahui bagian-bagian ظن وأخواتها
3.         Mengetahui hukum-hukum ظن وأخواتها


BAB II
PEMBAHASAN

A.    ‘Amal ظن وأخواتها
Sebelumnya telah dikemukakan dua bagian al-af’al al-na:sikhoh lil-ibtida:’, yaitu: كان وأخواتها dan أفعال المقاربة. Dan sekarang, kita membahas bagian ketiga dari al-af’al an-na:sikhoh lil-ibtida:’, yaitu ظن وأخواتها yang beramal menasabkan mubtada dan khobar menjadi maf’ul kedua-duanya.
B.     Bagian-bagian ظن وأخواتها
                   I.            أفعال القلوب, disebut demikian karena makna-makna fi’il tersebut berada di hati (pekerjaan hati). Adapun أفعال القلوب dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.      Menunjukkan makna yakin dengan jumlah lima fi’il:
a)      رأى، نحو رأيت الله أكبر كل شيئ
رأى digunakan untuk makna yakin, tetapi terkadang menggunakan makna ظن yakni makna dugaan
نحو إنهم يرونه بعيدا: أي يظنونه
b)      علم، نحو علمت زيدا أخاك
c)      وجد، نحو وإن وجدنا أكثرهم لفاسقون
d)     درى، نحو دريت زيدا أخاك
تعلم (بمعنى اعلم)، نحو تعلم شفاء النفس قهر عدوها
2.      Menunjukkan makna dugaan dengan jumlah 8 fi’il:
a)      خال، نحو خلت زيدا أخاك
b)      ظن، نحو ظننت زيدا صاحبك
ظن terkadang juga digunakan untuk makna yakin
نحو وظنوا أن لا ملجأ من الله إلا إليه: أي اعتقدوا
c)      حسب، نحو حسبت زيدا صاحبك
حسب  terkadang digunakan untuk makna yakin
نحو حسبت التقى والجود خير تجارة رباجا: أي أيقن
d)     زعم، نحو زعمت الدرس سهلا
e)      عدّ، نحو عددت المجتهد فائزا
f)       حجا، نحو حجوت محمدا كريما
g)      جعل، نحو وجعلوا الملائكة الذين هم عباد الرحمان إناثا
Dalam hal ini, pengarang menekankan bahwa hendaknya جعل mengandung makna اعتقد agar terjaga dari  جعل yang bermakna صيّر (menjadikan), karena جعل yang bermakna صيّر merupakan أفعال التحويل bukan أفعال القلوب.
h)      هبْ، نحو فقلت: أجرني أبا مالك وإلا فهبني امرأ هالكا: أي اعتقدْ
Ibnu Malik mengingatkan bahwa أفعال القلوب yang menashabkan dua maf’ul adalah رأى dan lafal-lafal disebutkan setelah bab ini, dan yang tidak demikian terdapat dua bagian, yaitu:
-لازم، نحو جبُن زيد (tidak membutuhkan maf’ul)
متعدّ إلى واحد، نحو كرهت زيدا- (membutuhkan satu maf’ul)
Hal ini berhubungan dengan bagian pertama dari fi’il-fi’il dalam bab ini, yaitu أفعال القلوب.
                II.            Adapun أفعال التحويل (pengubahan atau transformasi) sama halnya dengan أفعال القلوب yakni menashobkan mubtada’ dan khobar menjadi maf’ul kedua-duanya. Jumlah أفعال التحويل ada 7, yakni sebagai berikut:
a)      صيّر، نحو صيرت الطين خزفا
b)      جعل، نحو وقدمنا إلى ما عملوا من عمل فجعلناه هباء منثورا: أي صيّر
c)      وهب، نحو وهبني الله فداك: أي صيّرني
d)     تخِذَ، نحو لتخذت عليه أجرا
e)      اتّخذ، نحو واتخذ الله إبراهيم خليلا
f)       ترك، نحو وتركنا بعضهم يومئذ يموج في بعض: أي صيّرنا
g)      ردّ, نحو فردّ شعورهنّ السود بيضا: أي صيّر
C.    Hukum-hukum  أفعال القلوب dan أفعال التحويل

Ø  Telah dikemukakan bahwa fi’il tersebut terbagi menjadi dua, yaitu (I) أفعال القلوب, dan (II) أفعال التحويل.
I.                   أفعال القلوب terbagi menjadi dua:
1.      Mutashorrifah, selainهبْ  dan تعلّمْ
a)      Fi’il Madhi
نحو ظننت زيدا قائما
b)      Fi’il Mudhari’
نحو أظن زيدا قائما
c)      Fi’il Amr
نحو ظن زيدا قائما
d)     Isim Fa’il
نحو أنا ظان زيدا قائما
e)      Isim Maf’ul
نحو زيد مظنون أبوه قائما, lafal أبوه menjadi maf’ul pertama, namun dirafa’kan karena menempati tempat fa’il
f)       Isim Mashdar
عجبت من ظنك زيدا قائما
Semua fi’il jenis ini yang mutashorrif berikut cabang-cabangnya mempunyai pengamalan yang sama dengan fi’il madhinya.
2.      Ghoiru mutashorrifah
هبْ dan تعلم bermakna اعلم, tidak digunakan di dalamnya selain Sighoh al-Amr
Ø  القلبية المتصرفة memiliki keistimewaan tersendiri, yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
2.1  Ta’liq, ialah meniadakan pengamalan secara lafal tetapi tidak dengan maknanya, karena ada ma:ni’ نحو ظننت لزيد قائم
kalimat لزيد قائم menjadikan lafal ظننت tidak beramal secara lafdziy karena terdapat ma:ni’ yaitu lam. Sekalipun demikian, kalimat tersebut berkedudukan dalam mahal nashob, sebagai buktinya ialah apabila meng’athofkan lafal lain kepadanya, maka lafal itu tetap dinashobkan نحو ظننت لزيد قائم و عمرا منطلقا
Kesimpulan: ظن dapat beramal secara makna bukan secara lafal
2.2  Ilgha, ialah meniadakan pengamalan baik secara lafal maupun secara makna, tetapi bukan karena adanya ma:ni’ نحو زيد ظننت قائم   
 Lafal ظننت tidak beramal terhadap lafal زيد قائم baik secara makna maupun secara lafal.
Menurut Ibnu Malik Ilgha bukan sesuatu yang lazim, akan tetapi jaiz. Diperbolehkannya ilgha, begitu juga diperbolehkannya beramal seperti yang telah disampaikan di awal. Berbeda dengan ilgha, ta’liq dihukumi lazim.
Bagi fi’il mudhari’ serta cabang-cabangnya ditetapkan ketentuan ta’liq dan ilgha seperti halnya pada fi’il madhi, زيد أظن قائم  dan نحو أظن لزيد قائم.
Diperbolehkan meng-ilgha-kan fi’il mutashorrif apabila tidak jatuh di permulaan, Contoh fi’il yang terletak di tengah-tengah adalah زيد ظننت قائم, atau terletak di akhir kalimat زيد قائم ظننت.
Ø  القلبية غير متصرفة  tidak diperkenankan untuk di-ta’liq atau di-ilgha, seperti halnya أفعال التحويل.
Ø  Diwajibkannya ta’liq apabila setelah fi’il jatuh ma:ni’ sebagai berikut:
·         ما النافية, contoh زننت ما زيد قائم
·         إن النافية, contoh علمت إن زيد قائم
·         لا النافية, contoh ظننت لا زيد قائم ولا عمرو
·         لام الابتداء, contoh ظننت لزيد قائم
·         لام القسم, contoh علمت ليقومنّ زيد
·         الاستفهام, contoh علمت أيهم أبوك
Ø  Makna-makna fi’il-fi’il ini adalah sebagai berikut:
·         Apabila علم bermakna عرف, maka muta’addiy kepada satu maf’ul, contoh علمت زيدا: أي عرفته
·         Apabila ظن bermakna اتّهم (menuduh), maka muta’addiy kepada satu maf’ul, contoh ظننت زيدا: أي اتهمته
·         Apabila رأى (حُلميّة) yang bermakna bermimpi, maka muta’addiy kepada dua maf’ul, contoh إني أرىني أعصر خمرا

Ø  Membuang ma’mul:
·         Dalam bab ini diperbolehkan membuang dua maf’ul atau salah satu maf’ul jika terdapat dalil yang menunjukkannya.
Contoh jika maf’ul dibuang keduanya ialah jika diucapkan (هل ظننت زيدا قائما؟), jawabnya (ظننت)
Takdirnya ialah ظننت زيدا قائما dibuangnya kedua maf’ul karena ada petunjuk dalam kalimat sebelumnya.
Contoh jika maf’ul dibuang salah satunya saja ialah jika diucapkan (هل ظننت أحدا قائما؟), jawabnya (ظننت زيدا)
Takdirnya ialah ظننت زيدا قائما dibuangnya maf’ul kedua karena ada petunjuk terhadapnya.
·         Jika tidak ada petunjuk yang menunjukkan adanya pembuangan tersebut, maka tidak diperkenankan untuk membuang kedua maf’ul atau salah satunya. Karenanya tidak boleh mengatakan ظننت , ظننت زيدا , dan ظننت قائما sedangkan yang dimaksud adalah ظننت زيدا قائما.
Ø  Penggunaan القول yang bermakna ظن
·         Apabila jatuh setelah al-qaul sebuah kalimat, maka boleh sebagai cerita atau hikayat, contoh قال زيد عمرو منطلق. Akan tetapi, kalimat tersebut dalam mahal nashab sebagai maf’ul.
·         Diperbolehkan pula memberlakukan lafal al-qaul seperti lafal adh-dhann, yaitu menashabkan mubtada dan khobar sebagai kedau maf’ulnya. Dan menurut pendapat yang masyhur di kalangan Arab mengenai masalah ini, terdapat dua mazhab:
a)      Mazhab mayoritas orang Arab—bahwa al-qaul tidak berlaku seperti adh-dhaan kecuali dalam empat syarat, seperti yang ulama nahwu sebutkan pada umumnya:
ü  Hendaknya fi’il al-qaul berupa fi’il mudhori’
ü  Hendaknya fi’il tersebut berupa mukhathab
ü  Hendaknya fi’il tersebut didahului istifham
ü  Hendaknya antara istifham dan fi’il tidak dipisahkan oleh selain dharaf, jar majrur, atau ma’mul fi’il. Apabila di antara keduanya terdapat pemisah yang terdiri dari salah satu di antara yang tersebut, maka hal tersebut tidak mengapa.
Contoh yang memenuhi syarat adalah أتقول عمرا منطلقا
Apabila fi’il tersebut tidak berupa fi’il mudhori’, contohnya قال زيد عمرو منطلق menurut kebanyakan ulama Nahwu fi’il qaul tidak dapat menashabkan kedua maf’ul. Demikian pula jika fi’il mudhari’ tidak memakai huruf ta’, contoh: يقول زيد عمرو منطلق, atau jika fi’il tidak didahului istifham, contoh: أنت تقول عمرو منطلق, atau didahului oleh istifham, tetapi dipisahkan dengan bukan dharaf atau jar majrur atau ma’mulnya fi’il, contoh: أنت تقول زيد منطلق  أ. Jika pemisahnya adalah salah satu di antara ketiga jenis tadi, maka tetap beramal, contoh: أعندك تقول زيدا منطلقا، أفي الدار تقول زيدا منطلقا، أعمرا تقول منطلقا.
Apabila persyaratan tadi terpenuhi, maka mubtada dan khobar boleh dibaca nashab, dianggap sebagai kedua maf’ul dari lafal تقول, contoh: أتقول زيدا منطلقا, boleh juga dirafa’kan atas dasar hikayah (cerita) , contoh: أتقول زيد منطلق.
b)      Mazhab Sulaim memberlakukan al-qaul sama dengan adh-dhanna dalam menashabkan dua maf’ul secara mutlak. Dengan kata lain, apakah fi’il al-qaul berupa mudhari’ atau selainnya. Apakah terpenuhi syarat atau tidak, semuanya sama, al-qaul tetap beramal. Contoh: قل ذا مشفقا

BAB III
RINGKASAN
            ظن وأخواتها beramal menasabkan mubtada dan khobar menjadi maf’ul kedua-duanya. Terbagi menjadi dua: (1) أفعال القلوب makna yakin dengan  jumlah lima fi’il yaitu رأى, علم, وجد, درى, تعلم, dan makna dugaan dengan jumlah 8 fi’il yaitu خال, ظن, حسب, زعم, عدّ, حجا, جعل, هبْ, (2) أفعال التحويل terdapat tujuh yaitu صيّر, جعل, وهب, تخِذَ, اتّخذ, ترك, ردّ.
أفعال القلوب terbagi menjadi dua: (1) Mutashorrifah, selainهبْ   dan تعلّمْ dan (2) Ghoiru mutashorrifah.  القلبية المتصرفةdapat di-ta’liq (meniadakan pengamalan secara lafal tetapi tidak dengan maknanya, karena ada ma:ni’) dan di-ilgha (meniadakan pengamalan baik secara lafal maupun secara makna, tetapi bukan karena adanya ma:ni’).   القلبية غير المتصرفة  tidak diperkenankan untuk di-ta’liq atau di-ilgha, seperti halnya أفعال التحويل.
Diwajibkannya ta’liq apabila setelah fi’il jatuh ma:ni’ sebagai berikut:
·         ما النافية, contoh زننت ما زيد قائم
·         إن النافية, contoh علمت إن زيد قائم
·         لا النافية, contoh ظننت لا زيد قائم ولا عمرو
·         لام الابتداء, contoh ظننت لزيد قائم
·         لام القسم, contoh علمت ليقومنّ زيد
·         الاستفهام, contoh علمت أيهم أبوك

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Teks Moderator Bahasa Arab (نص رياسة الجلسة)

RUMUS NAHWU JAWA’ DALAM TERJEMAHAN JENGGOTAN DI PESANTREN-PESANTREN SALAF

Surat Izin dalam Bahasa Arab